
IJPN.OR.ID – Pada Senin, 17 Februari 2025, ribuan pelajar dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, serta Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, menggelar aksi demonstrasi untuk menolak Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Diperkirakan sekitar 3.500 pelajar ikut serta dalam aksi ini, yang melibatkan siswa SMA/SMK, SMP, dan mahasiswa.
Menurut keterangan pihak kepolisian, demonstrasi ini digelar dengan tujuan untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait program MBG yang sedang dijalankan oleh pemerintah. “Kami memfasilitasi untuk beraudiensi agar kericuhan dan hal tidak diinginkan bisa dihindari,” ujar Kabag Ops Polres Jayawijaya, Ajun Komisaris Polisi Suparmanto, dalam wawancaranya dengan Tempo.
Alasan Pelajar Menolak Program MBG
Dalam aksi tersebut, pelajar membawa berbagai spanduk yang menegaskan tuntutan mereka. Salah satu spanduk bertuliskan, “Tolak makan bergizi gratis, berikan kami pendidikan gratis.” Peserta demonstrasi menegaskan bahwa kebutuhan utama mereka adalah pendidikan yang lebih baik dan bebas biaya, bukan hanya makanan bergizi. Mereka merasa bahwa pendidikan yang terjangkau dan berkualitas adalah prioritas utama yang lebih mendesak.
Penolakan terhadap program MBG ini bukan hanya terjadi di Provinsi Papua Pegunungan, tetapi juga di Provinsi Papua Tengah, khususnya di Kabupaten Nabire. Dalam aksi tersebut, pelajar di Nabire juga menyuarakan kekhawatiran mereka terkait potensi bahaya program tersebut setelah beredarnya kabar bahwa beberapa pelajar di Pulau Jawa diduga keracunan akibat mengonsumsi makanan yang disalurkan melalui program MBG.
Kekhawatiran soal Keracunan
Kapolres Nabire AKBP Samuel Dominggus Tatiratu mengonfirmasi bahwa informasi tentang keracunan yang diterima oleh beberapa pelajar di Pulau Jawa memang beredar, namun belum ada bukti yang memastikan kebenarannya. “Isu ini belum dapat dipastikan kebenarannya, karena kami belum menemukan bukti terkait kejadian tersebut,” jelasnya. Meski begitu, kabar tersebut cukup mempengaruhi persepsi pelajar terhadap program tersebut.
Reaksi dari Badan Gizi Nasional dan Pemerintah
Menanggapi penolakan ini, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh mengenai masalah penolakan terhadap program MBG di Papua. Ia mengungkapkan bahwa penolakan ini lebih berkaitan dengan isu sosial yang lebih luas di daerah tersebut. “Ini masalahnya sudah bukan hanya soal program Makan Bergizi, tapi sudah menyangkut masalah yang lainnya,” ungkap Dadan ketika ditemui di Kementerian Desa PDT.
Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, memberikan tanggapan terkait aksi ini dengan mengingatkan bahwa menyampaikan pendapat secara damai adalah hak setiap warga negara. “Kalau masyarakat mau berunjuk rasa dan menyampaikan pendapat, silakan. Tapi jangan sampai ada kekerasan,” ujar Hasan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Hasan juga menekankan bahwa meskipun penolakan terhadap program MBG adalah hak setiap individu, hal itu tidak boleh menghalangi orang lain yang membutuhkan akses terhadap makanan bergizi. “Kalau ada yang tidak mau ikut, itu hak mereka. Tapi jangan sampai menolak hak orang lain untuk mendapatkan layanan makan bergizi gratis,” tambahnya.
Kesimpulan: Aspirasi dan Harapan Pelajar
Aksi demonstrasi yang digelar ribuan pelajar di Wamena dan daerah lainnya mencerminkan sebuah kenyataan bahwa kebutuhan pendidikan yang lebih baik menjadi prioritas utama bagi mereka. Meskipun program MBG bertujuan untuk mencapainya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan gizi yang lebih baik, aspirasi pelajar untuk pendidikan gratis dan berkualitas menunjukkan tantangan besar yang mereka hadapi di Papua.
Penanganan terhadap isu ini memerlukan pendekatan yang hati-hati, dengan tetap memperhatikan suara masyarakat yang menginginkan kebijakan yang lebih berpihak kepada kebutuhan dasar mereka. Dialog antara pemerintah, pelajar, dan masyarakat sangat penting untuk mencari solusi yang bijaksana dan tidak merugikan pihak manapun. (*)